REALITA PUBLIK,- Dalam rangka turut serta berkontribusi dan mendukung langkah DPRD Kota Bandung terkait pembentukan Raperda Pencegahan LGBTQ di Kota Bandung, Aliansi Masyarakat Peduli Hidup Sehat (AMPUHIS) menyerahkan draf naskah akademik guna melengkapi kajian yang menjadi dasar awal pengusulan Raperda.
Draf naskah diserahkan Ampuhis Kota Bandung kepada Pimpinan DPRD dan Pimpinan Bapemperda DPRD Kota Bandung saat melakukan audiensi di Ruang Rapat Badan Musyawarah DPRD Kota Bandung, Rabu (15/2/2023).
Dalam kesempatan itu, Ampuhis menyampaikan aspirasi sekaligus diskusi bersama Pimpinan DPRD dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat, akademisi, ulama, dokter, sosiolog, pemuda-pemudi, hingga ibu rumah tangga.
Pertemuan ini, kata Ketua Ampuhis Kota Bandung, Dr. H. Anton Minardi, merupakan keseriusan Ampuhis mendukung usulan Raperda dengan menyerahkan draf naskah akademik untuk menjadi dasar awal pengusulan Raperda Pencegahan LGBTQ di Kota Bandung.
Baca Juga: Syamsul Bachri: Atasi Sampah, DPRD Jabar Dorong Percepatan Pembangunan TPPAS Ciwaringin-Cirebon
Audiensi dan diskusi dihadiri oleh Ketua DPRD Kota Bandung H. Tedy Rusmawan, A.T., M.M., Wakil Ketua III DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., Ketua Bapemperda DPRD Kota Bandung Dudy Himawan, S.H.,dan Anggota Bapemperda Hj. Salmiah Rambe, S.Pd.I., M.Sos.
“Yang kami sampaikan ini untuk melengkapi kajian akademik sebagai persiapan pembahasan di Propemperda dan menjadi tahapan perda-perda yang akan dibahas di DPRD. Kami menyerahkan draf naskah akademik beserta lampiran Raperda Anti LGBT," katanya.
Secara umum diketahui, kata dia, negara Indonesia dibangun dengan secara sadar atas rahmat Allah Swt. Dengan begitu, negara tidak terlepas dari landasarn Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Beradab.
“Maka, usulan Raperda ini kami dorong karena kami tidak ingin masyarakat meninggalkan nilai luhur tersebut,” katanya.
Secara yuridis, kata Anton, Indonesia memang menjunjung hak asasi manusia, yang bebas mengekspresikan kehendaknya dan pikiran serta pendapatnya. Tetapi jika dikaji lebih jauh, kata dia, terdapat Pasal 28 huruf c yang menyebut bahwa pelaksanaan kebebasan hak asasi manusia harus memerhatikan sejumlah unsur seperti adat istiadat juga agama.
Baca Juga: Komisi A Bahas Pemeliharaan dan Aset Pemerintah Kota Bandung
“Menurut referensi yang kami peroleh, para pelaku LGBT itu kebanyakan usia-usia produktif SMP, SMA, kuliah. Berarti hukum belum bisa memenuhi perlindungan terhadap masyarakat. Persoalan hukum itu harus diisi dengan produk hukum yang bisa memberikan rasa aman, nyaman, sehat, dan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Salah satunya dengan usulan Raperda ini,” ujarnya.
Dari referensi yang diperoleh, Anton menambahkan, secara sosiologis ditengarai populasi LGBTQ di Kota Bandung sudah ada sekitar 31 ribu.
“Kalau ini dibiarkan ini sangat mengkhawatirkan. Tentu kami tidak ingin keluarga kami tercemari. Tentu ini sangat bertentangan dengan nilai bermasyarakat dalam konstitusi kita,” ujarnya.
Dorongan usulan Raperda Pencegahan LGBTQ di Kota Bandung itu menurut Anton adalah sebuah langkah masyarakat untuk menanggulangi fenomena dengan produk hukum yang mencegah terjadinya sesuatu menjadi lebih buruk.